-->

Parangtritis Tempat Mistis dan Pemandangan Laut yang Spektakuler

Melarikan diri dari kesibuan kota dengan berkunjung ke pantai Parangtritis yang mistis dimana tebing batu yang menjulang tinggi berdiri dramatis di tepi pantai. Pantai ini dipenuhi pasir vulkanik hitam yang berkilauan di bawah sinar matahari. Jaraknya yang hanya sekitar 28 km dari Yogya, menjadikan perjalanan dan kunjungan ke pantai ini bisa di lakukan hanya dalam sehari. Mendengarkan gemuruh ombak, merasakan air laut menyentuh kaki Anda dan merasakan udara pantai yang sejuk membelai kulit Anda merupakan pengalaman yang luar bisa. Di sini Anda juga bisa melihat beberapa bukit yang hijau subur.
Dengan ombaknya yang lumayan besar dan air lautnya yang asin akan membuat Anda merasa segar kembali. Pada malam hari, cahaya bintang di atas pantai yang berwarna hitam keperakan memberikan kesan yang mistis, dan tidak akan sulit untuk memahami mengapa kesan mistis ini menyeruak di hati Anda, karena ada banyak mitos lokal tentang daerah ini. Seluruh daerah ini dipenuhi dengan pantai, gua, danau, jalan dan kuburan, berdiam dengan cerita mistis mereka masing-masing.
Apa yang membuat Parangtritis terlihat indah adalah karena pantai ini bukan hanya merupakan tempat liburan yang mempesona, namun juga merupakan tempat suci atau kramat. Menurut legenda, ketika Anda berkunjung ke sini Anda sedang memasuki kediaman Kanjeng Ratu Kidul, Ratu dari Pantai Selatan yang dikenal dengan pakaianya yang berwarna hijau. Untuk alasan ini, Anda dilarang untuk memakai pakaian berwarna hijau ketika berada di kawasan pantai ini karena Ratu Pantai Selatan akan murka.

Penduduk di sini terus menghormati kekuatan dari Ratu Pantai Selatan. Setiap tahunnya di Parangkusumo, 1 km di barat Parangtritis, Sultan Yogya membuat upacara persembahan kepada Ratu, yang diyakini sebagai permaisuri Sultan yang mistis. Orang Jawa lainnya juga dapat memberikan persembahan ketika mereka meminta bantuan, bimbingan atau berkah dari ratu pantai selatan ini.

Kuliner Istimewa Jawa Barat

Banyak orang mengunjungi Bandung, ibu kota provinsi Jawa Barat, untuk memanjakan lidah mereka. Bandung akan menawarkan berbagai hal yang akan membuat Anda kagum. Dari berbagai makanan yang dijual di pinggiran kaki lima sampai makanan di restoran mewah, setiap pengunjung pasti menemukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan mereka di sini, di Bandung.

Sunda (orang-orang yang tinggal di Jawa Barat disebut orang Sunda) memiliki minuman yang menggoda. Makanan Sunda cenderung lebih manis namun lezat kecuali jika Anda menambahkan sambal dadak (cabai dan lainnya dihaluskan bersama-sama) pada makanan Anda. Jika Anda mencari rasa yang lebih pedas, tambahkan saja sambal dadak ini dengan nasi timbel (nasi putih yang dibentuk di dalam gulungan daun pisang) dengan makanan istimewa lainnya. Makanan yang menggoda lidah ini terlalu lezat untuk dilewatkan! Biasanya sayur asam disajikan bersama nasi timbel ini.
Orang Sunda suka makan sayur. Kadang-kadang mereka bahkan memakan sayuran mentah (disebut lalap atau lalapan) seperti ketimun, tomat, daun kemangi, terong, kubis, selada, dan sebagainya. Lalapan biasanya dilengkapi sambal dadak.
Mungkin salah satu hidangan yang paling terkenal adalah timbel, terdiri dari nasi timbel, lalapan, sambal dadak, sepotong ayam (digoreng atau dipanggang dalam gaya Sunda), tahu goreng, tempe goreng, sepotong jambal (ikan asin). Jika Anda ingin, Anda dapat menambahkan gepuk (irisan daging sapi, dicampur dengan bumbu tradisional, lalu digoreng), pepes (bahan utama seperti ikan, ayam, jamur, dll dicampur dengan bumbu yang dihaluskan lalu dicampur, dilipat ke dalam daun pisang, kemudian dikukus dan siap untuk makan), sayuran hijau yang ditumis, dan lain-lain. Nasi timbel adalah makanan favorit penduduk setempat dan juga wisatawan. Batagor (baso tahu goreng) adalah salah satu makanan istimewa yang paling dicari. Terbuat dari tahu dan saus kacang spesial, batagor? Popularitasnya tidak pernah hilang.

Bagi mereka yang menyukai makanan manis cobalah pisang molen, kue tradisional Indonesia yang terbuat dari pisang dan keju. Untuk variasi, cobalah brownies kukus. Es cendol, terbuat dari campuran beras yang dihaluskan, gula merah, dan santan, sangat menyenangkan jika dinikmati saat cuaca panas. Sedangkan untuk cuaca yang dingin, cobalah mencicipi bandrek atau bajigur.
Bandung juga menawarkan berbagai produk susu yang paling terkenal adalah yoghurt. Pada dasarnya ada dua jenis yoghurt di Bandung yang tipis dan yang tebal (gaya Perancis).
Makanan ringan ala Bandung dijual secara luas di seluruh kota. Diantaranya adalah Gehu (tahu yang diisi dengan taoge dan sayuran), pisang goreng, cireng (tepung tapioka yang digoreng), dan banyak lagi. Anda mungkin tertarik untuk mencoba makanan ringan lainnya seperti, nangka goreng, Peuyeum goreng (tape singkong yang goreng), nanas goreng, dan seterusnya. Ketan bakar dan jagung bakar juga sangat dianjurkan.
Nasi goreng, meskipun tidak berasal dari Bandung, juga favorit di kota ini. Bahannya bervariasi, kadang-kadang nasi dicampur dengan makanan laut (biasanya udang, potongan cumi-cumi, potong daging kepiting), ayam dan sayuran, daging kambing dan sayuran, ikan asin, dan sebagainya.

Cakue, makanan yang terbuat dari adonan tepung kemudian digoreng, juga layak untuk dicoba.

Bandung juga memiliki restoran lain, seperti Padang (makanan dari Sumatera Barat, bercitarasa pedas), Jawa (rasa manis), Cina, Jepang, Korea, Barat, India, dan sebagainya.
Makanan Sunda akrab disebut dengan makanan Parahyangan, Tanah para Dewa, kota dengan suasana metropolitan dan kota yang nyaman pada saat yang bersamaan. Dipenuhi restoran, factory outlet, dan mal, sehingga melakukan perjalanan ke Bandung akan sangat menyenangkan dan mengesankan.

Belum ke Maluku Kalau Belum Mampir ke Sibu-Sibu Cafe

Sebelum memulai pertualangan Anda, sempatkan diri untuk mengekplorasi Kota Ambon yang merupakan pintu gerbang menuju ke keindahan Maluku. Di sini, ada banyak hal bisa dikunjungi dan dilihat, salah satunya adalah Sibu-Sibu Café. “Belum ke Maluku, Kalau Belum Mampir ke Sibu-Sibu”, begitu bunyi sepenggal mantra untuk menarik perhatian setiap orang yang berkunjung atau hendak berkunjung ke Maluku. Sibu-sibu café atau yang juga dikenal dengan Walang Kopi Sibu-Sibu berdiri awal April 2006. Café ini merupakan wujud kecintaan seorang wanita asli Maluku bernama June Manuhut terhadap seni dan budaya serta tanah Maluku.

Sibu-sibu yang dalam bahasa Maluku berarti “angin sepoi-sepoi” dan dalam bahasa Melayu Ambon disebut “Hail buang lansyik” yang berarti rumah tempat melepas suntuk. Sibu-Sibu Café adalah tempat yang tepat untuk bersantai dan bercengkrama dengan teman-teman.

Meskipun hanya sebuah café untuk besantai namun Sibu-sibu Café bukan sekedar café biasa. Café ini merupakan media presentasi dari seni dan budaya Maluku. Jika ditatap dari luar, café ini tampak biasa-biasa saja namun begitu melangkahkan kaki ke dalamnya maka Anda akan disambut oleh jojaro-jojaro (pelayan) berbaju cele dan dimanjakan dengan interior café yang unik yaitu perpaduan etnik dan nostalgia tahun 80-an dan 90-an. Kursi-kursi dan pajangan di café ini bernunsa etnik sementara dinding café yang berwarna hijau muda dihiasi foto-foto musisi, artis maupun tokoh terkenal asal Maluku atau yang memiliki darah Maluku  seperti Daniel Sahuleka, Broery Marantika, Vengaboys, Glenn Fredly, dan lainnya.

Di Sibu-Sibu Café pengunjung dapat menikmati secangkir kopi hangat ditemani musik Maluku yang dibawakan penyanyi dari Maluku dari segala Zaman mulai dari tahun 70-an sampai sekarang. Koleksi musik yang ada di Sibu-Sibu Café seperti musik Hawaiian, folks, pop dan jazz. Setiap harinya, dari pagi hingga malam hari café ini tidak pernah sepi pengunjung. 

Kopi rarobang merupakan menu utama dan paling dicari di sibu-sibu Café. Kopi ini terbuat dari biji kopi robusta diolah secara tradisional. Kopi ini dicampur dengan bubuk cengkeh, jahe dan ditaburi kacang kenari sebagai toping.  Campuran bahan-bahan tersebut menghasilkan aroma kopi yang unik dan tidak akan terlupakan.

Untuk bisa menikmati secangkir Kopi rarobang, Anda hanya mengeluarkan Rp15.000,- saja. Kopi rarobang sangat nikmat jika ditemani penganan tradisional Ambon seperti kasbi, koyabu, bruder sageru, pulut unti dan pulut siram. Berbagai juice dan cemilan juga tersedia di Sibu-Sibu Café. Café ini menjual pula sovenir khas Maluku atau membawa pulang kopi Rarobang yang sudah dikemas dalam bungkusan.

Mengamati Tarsius Primata Terkecil di Dunia

Taman Nasional Tangkoko-Batuangus di Kota Bitung terletak di utara Pelabuhan Samudera Bitung tepatnya di kaki Gunung Dua Saudara. Di kawasan seluas 8.718 hektar ini Anda dapat menemukan monyet terkecil di dunia yaitu tangkasi atau tarsius (Tarsius spectrum) yang merupakan hewan endemik Sulawesi.
Tarsius memiliki kepala yang bisa diputar 180 derajat. Selain itu setelah diteliti tim dari Australia ternyata diketahui darah tarsius berjenis O seperti pada manusia.
Primata mungil ini hanya memiliki panjang sekitar 10-15 cm dengan berat sekitar 80 gram. Tangkasi dapat melompat sejauh 3 meter atau hampir 10 kaki dari satu pohon ke pohon lainnya lalu menghilang dari pandangan Anda.
Sifatnya pemalu, berwarna coklat muda, kelima jarinya yang panjang memungkinkan menempel erat pada cabang-cabang pohon. Apabila Anda perhatikan jari-jari tersebut memiliki kuku, kecuali jari kedua dan ketiga yang memiliki cakar. Tarsius memiliki ekor panjang tidak berbulu, kecuali pada bagian ujungnya.
Ukuran matanya besar dan mungkin ukuran mata tarsius ini lebih besar daripada ukuran otaknya. Matanya yang besar sangat bermanfaat untuk aktifitas malam hari. Jadi, memang hewan ini cenderung dapat ditemui sore hingga malam hari sedangkan siang hari lebih banyak dihabiskan untuk tidur. Mangsa mereka adalah serangga seperti kecoa, jangkrik, kadang juga reptil kecil, burung, dan kelelawar.
Tarsius tidur dan melahirkan dengan terus bergantung pada batang pohon. Hewan ini tidak dapat berjalan di atas tanah, mereka langsung melompat ketika berada di tanah. Selain itu bintang langka dan unik ini sulit untuk dikembangbiakan di luar habitatnya karena jika ditempatkan dalam kurungan maka tarsius akan stres lalu melukai dirinya sendiri hingga mati.
Keunikan tangkasi telah membuat hewan ini diburu ilmuan dan wisatawan untuk diteliti atau diamati. Hingga kini jumlah tangkasi atau tarsius (Tarsius spectrum) terus berkurang dan termasuk hewan  langka yang dilindungi.
Ada 9 jenis tarsius di dunia, 2 di Filipina dan 7 sisanya terdapat di Sulawesi. Dua jenis yang paling terkenal terdapat di Indonesia yaitu kera hantu (Tarsius tarsier) dan tarsius kerdil atau krabuku kecil (Tarsius pumilus atau Pygmy tarsier). Tarsius pumilus merupakan jenis tarsius terkecil dengan panjang tubuh antara 93-98 milimeter dan berat 57 gram. Panjang ekornya antara 197-205 milimeter.
Masyarakat Manado, Sulawesi Utara membanggakannya hewan kecil tarsius seperti juga mereka membanggakan Bunaken dengan kekayaan bawah lautnya yang menawan.

Anambas Kepulauan Tropis Terbaik di Asia

Inilah surga bahari berupa gugusan kepulauan tropis terbaik di Asia. Anambas merupakan sebuah kabupaten berwujud kepulauan tropis seluas 46.667 km2 yang berlokasi di Laut China Selatan. Wilayahnya termasuk kepulauan yang berada di tapal batas terdepan wilayah NKRI dan sisi perairan terluarnya dilalui hampir 90% kapal internasional.

Secara administratif Kepulauan Anambas termasuk bagian dari Provinsi Kepulauan Riau dan hasil pemekaran dari Kabupaten Natuna. Ada 255 pulau di Anambas dimana baru 26 pulau saja yang berpenghuni. Jumlah penduduk Kepulauan Anambas sekira 45.500 jiwa. Wilayah Anambas mayoritas berupa lautan (97%) dengan tujuh kecamatan yang tersebar di tiga pulau besar, yaitu Siantan, Palmatak dan Jemaja. Ibukota kabupaten Anambas sendiri berada di Terempa.

Anambas adalah kepulauan tropis memukau yang patut disambangi. Bukan tanpa alasan, pada 2013 keelokannya ditempatkan dalam urutan teratas dari sekian banyak pulau tropis di Asia. Ya, CNN.com telah memilihnya terbaik di antara Koh Chang (Thailand), Langwaki (Malaysia), Halong Bay (Vietnam), dan Similan (Thailand). 

Nikmati di sini keindahan hamparan laut biru luas dihiasi laguna yang bertebaran. Anda dapat menemukan beragam titik menyelam dengan aneka biota laut, barisan vegetasi pohon kelapa sepanjang 8 kilometer, garis pantai sejauh 2 kilometer, serta sejumlah pulau yang menjadi habitat penyu (Pulau Keramut dan Pulau Mangkai).

Kepulauan Anambas juga istimewa karena memiliki sejumlah laguna atau danau air laut yang terpisah dari lautan lepas. Bentang alam yang membentuknya membuat beberapa pulau seperti Pantai Selat Rangsang, Pulau Bawah, Pulau Rongkat, dan Pantai Pulau Penjalin telah dibentuk oleh gugusan pulau di tengah lautan lepas. Ketika air laut sedang surut maka gugusan beberapa pulaunya akan tersambung oleh gundukan pasir membentuk pembatas antara air laut di dalam dan di luar gugusan pulaunya. Dasar laguna tersebut berupa pasir putih dengan sebaran terumbu karang di sejumlah titik.

Pulau-pulau di Anambas semuanya memiliki pasir pantai putih halus berkilau dan semakin indah dengan air laut yang jernih, dangkal, serta diisi terumbu karang bersama beraneka ikan. Air laut di kawasan ini sangat jernih dimana dari atas permukaan air dapat terlihat jelas sampai ke dasar laguna, termasuk ikan-ikan karang

Air Terjun Cunca Rami Asyiknya Berenang di Kolam Renang Alami

Kegiatan berenang memang menjadi favorit banyak orang. Selain menyenangkan, kegiatan ini pun merupakan olah raga menyehatkan. Berenang di kolam renang mungkin sudah biasa namun bagaimana apabila sesekali berenang di kolam renang alami yang sumber airnya melimpah dari air terjun yang indah?
Nah, apabila Anda berkesempatan mengunjungi Pulau Flores bagian Barat, sempatkan waktu Anda untuk menyambangi dan berenang di Air Terjun Cunca Rami. Air terjun ini adalah satu dari tiga air terjun di tengah hutan tropis Flores yang eksotis dan alami di kawasan Manggarai Barat. Pesona air terjun alami ini dapat Anda nikmati tepatnya di Desa Cunca Lolos yang merupakan pintu pendakian ke puncak Mbeliling, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Berada di dalam kawasan Hutan Mbeliling, air terjun ini adalah atraksi ekowisata utama bagi hutan yang berfungsi sebagai sumber air bagi daerah sekitar termasuk Labuan Bajo. Berjarak sekira 30 kilometer dari Kota Labuan Bajo—ibukota Manggarai Barat yang sekaligus pintu masuk untuk menikmati keindahan alam Flores—perjalanan berkendara menuju Desa Cunca Lolos adalah sekira 1 jam. Dari desa ini, perjalanan akan dilanjutkan dengan berjalan kaki (trekking) selama kurang lebih 1 jam.
Berada di ketinggian sekitar 1200 m dpl, kontur jalur menuju air terjun dominan menurun dengan melintasi medan yang bervariasi sejauh kurang lebih 2 kilometer. Sekembalinya dari air terjun, bersiap-siaplah untuk melintasi jalur mendaki.
Dalam perjalanan menuju air terjun cantik ini, Anda tidak akan bosan dengan suguhan pemandangan alam yang bervariasi. Jalur trekking dimulai dari perkampungan penduduk, melewati hutan pohon kemiri dan ladang penduduk yang mayoritas petani. Anda akan pula melintasi persawahan yang subur dan melihat kerbau-kerbau pembajak sawah bebas berkeliaran. Saat tiba untuk menyeberangi sungai kecil yang jernih, Anda sudah akan sampai di Cunca Rami. Dari kejauhan, pesona air terjun yang di kiri dan kananya dipenuhi pepohonan yang hijau sudah akan nampak dalam pandangan.
Air terjun ini kian terkenal di kalangan wisatawan karena debit airnya cukup besar. Selain itu, air terjun bertingkat tiga dengan ketinggian mencapai 100 meter itu memiliki kolam alami yang cukup besar menampung aliran air yang jatuh sehingga sangatlah cocok untuk tempat  berenang. Sebagai kawasan yang belum banyak dikunjungi wisatawan dan belum dikembangkan, air terjun ini masih sangat jernih dan bersih. Latar alam pegunungan dan hutan tropis hijau alami serta udara pegunungan sejuk adalah penambah kecantikan air terjun ini.
Cunca Rami berasal dari bahasa flores; cunca artinya air terjun dan rami berarti hutan.  Jadi, Cunca Rami dapat diartikan air terjun di tengah hutan.

Candi Pawon Candi Tempat Menyimpan Senjata Raja

Sementara sebagian besar candi dibangun sebagai tempat pemujaan atau pun makam maka Candi Pawon ternyata memiliki fungsi yang lain yaitu dibangun sebagai tempat penyimpanan senjata. Senjata tersebut dikenal dengan nama vajranala, yaitu senjata Raja Indera dalam mitologi India yang konon bentuknya serupa halilintar. Candi Pawon yang keberadaannya disebut-sebut di dalam prasasti Karang Tengah (824 M) berlokasi di Desa Brojonalan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi Pawon yang kokoh disebut-sebut sebagai bagian dari Candi Borobudur sebab reliefnya dipercaya sebagai permulaan relief Candi Borobudur.

Perihal nama candi ini, terdapat banyak penafsiran menyangkut asal-usulnya. J.G. de Casparis, menafsirkan nama Pawon berasal dari bahasa Jawa, yaitu 'awu' yang berarti abu. Kata tersebut kemudian mendapat awalan 'pa' dan akhiran 'an' yang menunjuk pada suatu tempat, yaitu perabuan. Sementara itu, dalam bahasa Jawa percakapan, kata 'pawon' mempunyai arti dapur. Candi Pawon juga memiliki nama lain, yaitu Candi Bajranalan, nama tersebut diduga berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu 'vajra' yang berarti halilintar dan kata 'anala' yang artinya api.

Bangunan suci Buddha ini berjarak tepat 1.750 m dari Candi Borobudur yang super megah itu dan 1.150 m dari Candi Mendut. Lokasinya berada tepat di antara kedua candi itu. Kemiripan motif pahatan atau relief pada ketiga candi tersebut dan letaknya yang berada pada satu poros garis lurus menjadi dasar asumsi bahwa jelas ada keterkaitan yang kuat di antara ketiganya. Poerbatjaraka berpendapat bahwa Candi Pawon merupakan upa angga (bagian dari) Candi Borobudur. Penelitian secara lengkap pada reliefnya menunjukkan bahwa relief pada Candi Pawon merupakan permulaan relief dari Candi Borobudur.

Berbahan batu gunung api, Candi Pawon merupakan monumen Buddha yang dibangun dengan menggabungkan seni arsitektur Hindu Jawa kuno dan India. Candi yang pernah dipugar tahun 1903 dan selesai pada 1904 ini memiliki fitur teras dan tangga yang terbilang lebar. Anda akan disuguhi beragam hiasan stupa dengan relief pada dinding bagian luarnya berupa pohon hayati (kalpataru) yang diapit dengan pundi-pundi dan kinara-kinari. Kinari adalah sebentuk makhluk setengah manusia setengah burung dimana ia berkepala manusia tapi berbadan burung.

Telaga Warna Dieng Keindahan Fenomena Alam di Dataran Tinggi Dieng

Dataran tinggi Dieng memiliki sejuta keindahan yang memukau. Kawasan ini selain dihiasi hijaunya pepohonan dan candi bercorak Hindu yang indah, juga berdiam sebuah bingkisan alam nan indah bernama Telaga Warna Dieng. Berlokasi di Kecamatan Kejajar Wonosobo, telaga ini merupakan salah satu destinasi wisata andalan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Untuk mencapainya dari Wonosobo Anda dapat berkendara sekira 25 km.

Harmonisasi alam dengan udara yang sejuk dan bersih membuat suasana Telaga Warna Dieng begitu memikat. Anda juga akan merasakan suasana mistis yang hening disempurnakan oleh kabut putih dan pepohonan yang melingkupinya. Tidaklah lengkap menyambangi Dieng tanpa melihat langsung keindahan Telaga Warna Dieng. Selain itu dari sini Anda dapat melanjutkan mengunjungi Telaga Pengilon, Goa Sumur, Goa Semar, Goa Jaran, dan Kawah Sikendang ini.

Dinamakan Telaga Warna karena fenomena alam yang terjadi di tempat ini yaitu berupa pergantian warna air dari telaga tersebut. Terkadang berwarna hijau dan kuning atau berwarna warni seperti pelangi. Fenomena ini terjadi karena di dalam air tersebut terdapat kandungan sulfur cukup tinggi sehingga saat sinar Matahari mengenainya maka warna air telaga nampak berwarna warni. Anda bisa menyaksikan di tengah telaga terdapat letupan air mendidih seperti yang ada di Kawah Putih (Jawa Barat).

Keberadaan Telaga Warna Dieng juga sangat berguna bagi masyarakat sekitar. Mereka menggunakannya sebagai sumber irigasi untuk mengairi tanaman kentang yang menjadi komoditas utama di kawasan ini.

Candi Arjuna Warisan Sejarah Hindu di atas Bukit

Di sinilah eksotisme sejarah berusia ribuan tahun telah berharmoni bersama keindahan dan sejuknya udara pegunungan. Kompleks Candi Arjuna adalah candi bercorak Hindu peninggalan abad ke-7 yang teguh menantang dinginnya cuaca di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Mengunjungi Kompleks Candi Arjuna di ketinggian sekira 2.093 m dpl, mungkin dapat jadi pilihan wisata  budaya dan wisata alam sekaligus.

Hawa dingin pegunungan sudah akan terasa menggigit kulit setibanya di pintu masuk kawasan Kompleks Candi Arjuna bahkan pukul 9 pagi. Terlebih lagi, hujan baru saja selesai mengguyur tanah tempat bersemayamnya para dewa tersebut. Tak ayal, gugusan pegunungan dan bukit-bukit yang gagah sebagai latar belakang candi pun tertutup kabut. Semakin siang, kabut kian surut dan hilang menampilkan pemandangan utuh gunung yang nampak hijau di kejauhan. Seolah tak terpengaruh segala perubahan cuaca dan musim selama ribuan tahun lamanya, beberapa candi yang berada dalam satu kompleks itu tetap kokoh  berdiri.

Dibangun pada 809 M, Kompleks Candi Arjuna merupakan candi hindu tertua di Pulau Jawa dan tempat pemujaan Dewa Siwa. Hal ini didasarkan keberadaan Lingga dan Yoni di dalam candi utama. Selain itu, ditemukan pula beberapa arca, seperti Dewi Durga, Ganesha, dan Agastya yang kini tersimpan di Museum Kailasa.

Kompleks Candi Arjuna terdiri dari 5 candi yaitu, Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Sembadra, Candi Srikandi, dan Candi Puntadewa. Secara arsitektur, Candi Arjuna mirip dengan candi di India selatan dan diduga mendapat pengaruh dari budaya India. Candi-candi yang terbuat dari batuan andesit tersebut tidak memiliki banyak relief pada dindingnya. Hanya ada relief ketiga Dewa Trimurti yaitu Siwa, Wisnu, dan Brahma yang dipahatkan di Candi Srikandi dan bukannya di candi utama.

Kompleks Candi Arjuna ini ditemukan pertama kali tahun 1814 oleh seorang tentara Inggris, yaitu van Kinsbergen. Saat ditemukan, candi-candi tersebut terendam air rawa-rawa, berbeda dari kebanyakan candi lain yang biasanya terendam tanah. Proses pengeringan air rawa baru dimulai lebih dari 40 tahun kemudian. Rumput hijau seperti karpet tampak tumbuh subur di pelataran candi, membingkai kerikil yang memenuhi pelataran terdekat dengan candi.

Tidak diketahui secara pasti siapa yang memberi nama candi-candi tersebut. Akan tetapi, hal yang pasti adalah bahwa nama-nama candi tersebut diberi nama sesuai tokoh pewayangan. Candi Arjuna adalah candi utamanya yang berhadapan dengan Candi Semar dengan bentuk memanjang beratap limasan. Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra berjejer ke samping sebelah kirinya.

Dalam kompleks wisata Dataran Tinggi Dieng terdapat 19 candi tetapi hanya delapan yang masih utuh berdiri.

Pulau Pari Keindahan dan Keunikan yang Berbeda di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu

Pulau Pari adalah destinasi sempurna untuk merasakan keindahan panorama pantai dalam balutan ketenangan di salah satu gugusan di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Dengan suasana pulau yang masih asri dan belum ramai wisatawan, pulau ini menjadi pilihan sempurna yang menjanjikan kesegaran dan kepuasan.

Temukan di Pulau Pari sebuah pantai yang begitu elok bernama Pantai Pasir Perawan. Pantai ini berupa sebuah lagoon atau wilayah laut yang tenang dengan kedalaman hingga 5 meter dan dikelilingi pulau-pulau dan batu karang sepanjang pinggiran slope-nya. Pantai yang begitu tenang, bersih, dan indah tersebut telah melenakan banyak wisatawan yang menyambanginya.

Pantai Pasir Perawan memiliki lingkungan yang masih asri dan tenang. Menghadap ke utara Laut Jawa, struktur pesisirnya memanjang berkelak-kelok dengan pasir putih begitu lembut. Keindahan ini dilengkapi panorama bibir pantai berupa hutan bakau yang rindang begitu indah sekaligus unik. Apa keunikannya?

Pulau Pari memiliki keunikan berupa cekungan yang mampu menampung serapan air hujan yang jatuh ke permukaan. Akibatnya air di Pulau Pari menjadi air tawar tidak seperti di pulau lain yang memiliki standar terbaik berupa air payau. Adanya cekungan di daratan Pulau Pari telah berdampak pada heterogenitas vegetasi pulau ini. Apabila umumnya pulau di pesisir hanya dapat ditemui vegetasi berupa mangrove dan pohon kelapa maka di Pulau Pari jika Anda perhatikan seksama dapat ditemukan pohon pisang, pohon pinus, pohon cemara, pohon buah naga, pohon mangga, pohon jambu air, petai cina, palem, pohon srikaya, pohon jamblang, dan sebagainya. Jelas itu bukan vegetasi khas wilayah pesisir tetapi jutru di Pulau Pari mampu tumbuh dengan baik.

Pulau Pari terbagi dua bagian wilayah, yaitu bagian kepala (timur pulau) dan bagian badan hingga ekor (barat pulau). Dua wilayah ini berbeda fungsinya dimana di bagian barat berupa cekungan menjadi lokasi pemukiman penduduk dan vegetasi air tawar. Sementara itu, pada bagian timur berupa pesisir pantai yang luas dan begitu elok untuk ditelusuri dengan berjalan kaki. Di bagian ini terdapat hutan mangrove alami yang dijaga kelestariannya oleh masyarakat sebagai penahan abrasi laut.

Pulau Pari sendiri memiliki luas sekira 43 hektare dengan populasi penduduk sekira 700 orang. Pulau ini tidak seramai Pulau Pramuka atau pun Pulau Tidung tetapi suasananya yang sepi dan rapi membuat banyak wisatawan jatuh hati. Tata ruang dan kebersihan lingkungan pulau ini sangat diperhatikan penduduknya.

Di Pulau Pari pemukiman penduduk ditumbuhi pepohonan rindang dengan jarah antarrumah yang tidak berdempetan. Hal ini berbeda sekali dengan Pulau Tidung atau Pulau Pramuka yang padat pemukiman dan penginapan. Jumlah wisatawan ke Pulau Pari maksimal 300 pengunjung. Hal ini berbeda dengan Pulau Tidung dimana setiap minggunya mencapai rata-rata 1500 pengunjung, bahkan dapat mencapai 4000 orang saat liburan panjang.

Pulau Pari dikembangkan menjadi salah satu pulau dengan konsep ekowisata karena memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati ekosistem laut. Di sini terdapat rumah konservasi penelitian biota laut dan riset pengembangan untuk kelestarian perairan di Teluk Jakarta.

Pulau Pari juga dikenal karena keberhasilannya dalam budidaya rumput laut apalagi setelah beroperasinya Pusat Pengembangan Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1997. Di pulau ini ditemukan banyak terumbu karang hidup seperti soft corals, brain corals, labirith corals, pakis laut, dan lainnya. Lagoon yang luas di Pulau pari dilengkapi hutan bakau yang lebat menjadikan tempat ini ideal bagi ikan-ikan untuk berkembang biak. Oleh karena itu pula, bahkan rumpon-rumpon di sini sering dihuni ikan-ikan besar saat sedang musimnya.

Pulau Sepa Menikmati Keindahan Panorama Pantai Kepulauan Seribu

Pulau ini menjadi salah satu yang tersisa di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu masih memiliki pesisir pasir pantai terbaik dan belum tergerus abrasi laut. Berlokasi di salah satu gugusan pulau, Pulau Sepa nyatanya memang memiliki pasir putih yang landai dan jernih untuk aktivitas snorkling dan diving.

Nuansa tropis Pulau Sepa nan alami dan menyegarkan akan menyapa Anda saat tiba di pulau ini. Keindahan Pulau Sepa berpadu dengan akomodasi yang tertata apik. Pulau seluas 7 hektare ini dikelola PT. Pulau Sepa Permai yang membangun cottage dan mengelola sebuah lokasi penangkaran penyu sisik.

Pulau Sepa menjadi tempat favorit bagi para penyelam, karena memang diving dan snorkeling merupakan kegiatan utama di pulau ini. Dengan keindahannya tidaklah mengherankan apabila pulau ini dijuluki, "The Paradise for Diver in Jakarta". Air lautnya yang berwarna biru kehijauan, begitu jernih dan bersih. Anda dapat melihat langsung dari permukaan saat clown fish mengintip di antara anemon. Terumbu karang di perairan ini juga cukup indah menghiasi keindahan ragam bawah lautnya.

Pantai Pulau Sepa masih alami dan bersih dapat digunakan berenang dengan aman oleh orang dewasa maupun oleh anak-anak. Pulau ini juga menjadi lokasi yang mengasyikkan untuk aktivitas memancing.

Desa Kedisan Menikmati Keelokan Alam Batur dari Dekat

Inilah desa wisata yang disebut-sebut sebagai tempat ideal untuk menikmati panorama sekitar Danau Batur dengan latar Gunung Batur yang megah dari dekat. Apabila Penelokan menawarkan pesona alam Batur dari tempat yang lebih tinggi maka Desa Kedisan menyuguhkan keindahan alam Batur dari sudut yang berbeda yang tentunya tak kalah indah. Kedisan tepatnya terletak di kawasan wisata Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.

Desa Kedisan adalah salah satu dari 15 desa di Kecamatan Kintamani yang disebut sebagai Wingkang Ranu. Kedisan berada di tepi Danau Batur  dan merupakan daerah pegunungan berelief kasar dengan kemiringan lereng antara 30 – 70%. Kedisan juga dikenal sebagai daerah yang subur karena lahannya bercampur abu vulkanik Gunung Batur. Karenanya tak heran apabila kawasan yang memiliki banyak lahan pertanian ini dihuni oleh penduduk yang profesinya adalah petani. Beberapa komoditi khas kawasan ini meliputi bawang merah, kubis, cabe, tomat, dan lainnya. Potensi kekayaan Danau Batur juga mengundang sejumlah penduduk berprofesi sebagai nelayan. Ikan air tawar yang banyak terdapat di Danau Batur diantaranya adalah mujair dan nila. 

Ciri khas lain dari desa yang namanya tersebut di plat tembaga berangka abad ke-11 yang di temukan di Desa Trunyan ini adalah terdapatnya dermaga yang menjadi titik tolak untuk berpesiar dengan perahu di Danau Batur atau untuk menyeberang ke Desa Trunyan yang dikenal karena makam tradisionalnya. Di tepian dermaga, nampak perahu-perahu kecil tertambat dan berbaris rapi. Pemandangan Gunung Batur dan Danau Batur yang bentuknya serupa bulan sabit dipadu dengan alam pegunungan tropis yang hijau serta udara yang sejuk menjadikan Desa Kedisan sebagai tempat yang layak dikunjungi selama berada di Kintamani atau Bali.

Selain itu, terdapat sebuah restoran apung di desa ini yang langsung terentang ke Danau Batur. Saat berada di restoran ini, bersiaplah menikmati pemandangan alam Batur yang megah, udara pegunungan yang sejuk, ayunan arus danau, serta makanan lezat yang berkolaborasi menciptakan suasana romantis dan eksotis yang mengesankan.

Vihara Dharma Bhakti Vihara Tertua di Pecinan Glodok

Tidak ada yang terlalu istimewa dari gerbang utama vihara tertua di kawasan Pecinan Glodok, Jakarta Barat ini. Dewi Vihara Dharma Bhakti, demikian nama yang tertera jelas di gerbang utama vihara berusia sekira 350 tahun itu. Ruas jalan yang sempit dipadati oleh motor yang parkir di kedua sisinya akan menyambut Anda memasuki areanya seluas 3000 m².

Vihara Dharma Bhakti adalah satu dari 3 vihara tua di Jakarta yang masih berfungsi hingga kini. Lokasinya berada di Jalan Kemenangan III, Pecinan Glodok, Jakarta Barat. Dari ketiga vihara, Dharma Bhakti dikenal sebagai vihara paling tua yang dibangun pada tahun 1650 oleh seorang Luitnant Tionghoa, Kwee Hoen. Pada awal berdirinya, vihara ini dinamakan Koan Im Teng (Paviliun Koan Im).

Vihara berusia ratusan tahun ini sempat hangus terbakar pada tragedi pembantaian etnis Tionghoa pada 1740. Pada 1755 tempat ini kembali dibangun oleh Kapitein Oei Tjhie dan diberi nama Kim Tek Ie. Kim Tek Ie dalam dialek suku Hok Kian berarti “Kelenteng Kebajikan Emas”. Dalam dialek Mandarin, nama vihara dikenal dengan Jin De Yuan. Makna dari nama ini mengingatkan manusia untuk lebih mementingkan kebajikan antar sesama dan bukannya mementingkan kehidupan duniawi saja.

Berada di kawasan yang juga dikenal dengan sebutan Petak 9, Vihara Dharma Bhakti termasuk vihara besar, menempati lahan seluas 3000 m². Vihara ini menjadi tempat pemujaan bagi para dewa dari golongan Taois, Confucianis maupun Budhis Mahayana.

Sebagai vihara tertua, tentu ia menyimpan nilai sejarah tersendiri yang turut menyumbang daya tarik Pecinan Glodok. Kunjungi vihara ini untuk melihat bagaimana etnis Tionghoa menjalankan kegiatan religi mereka atau bisa menjadi wisata religi bagi pemeluknya. Jangan lupa untuk mengagumi bangunan ibadah bernilai sejarah serta sejumlah artefak atau benda-benda vihara yang berumur ratusan tahun. Ukiran kayu, jendela bundar yang mengapit pintu utama, ukiran huruf China pada pilar-pilar, patung dewa, gambar naga, dan burung hong yang menghiasi vihara ini seolah menambah semarak estetika yang dimilikinya.

Pulau Misool Impian Wisata Surga Tropis di Raja Ampat

Misool ibarat kapling surga kecil dengan keindahan pantai dan taman laut yang menakjubkan. Membentang sederetan pulau batu karang di bagian barat dan timurnya, Misool merupakan satu dari empat pulau terbesar di Kepulauan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Misool berbatasan langsung dengan Laut Seram dan  perairan laut lepas yang menjadi jalur lintas hewan besar termasuk paus. Anda dapat menikmati segala keindahan di Pulau Misool tanpa harus membaginya dengan banyak orang. Nyatanya memang pulau-pulau yang tersebar itu sebagian besar tak berpenghuni.

Keberadaan surga bawah laut di Misool sudah dapat diidentifikasi bahkan sebelum Anda mencebur ke beningnya air laut yang berwarna turquoise amat menyejukkan mata. Panorama menawan pulau terpencil yang nyaris tak terjamah ini meliputi hamparan laut lepas yang luas dan amat bening, pasir putihnya terhampar sepanjang pesisir pantai dan dikelilingi pepohonan hutan tropis dan mangrove yang hijau permai. Pemandangan menyegarkan ini jelas akan menawan hati siapa pun yang melihatnya apalagi dengan apa yang disembunyikan di bawah perairan lautnya. 

Seperti telah diketahui bahwa Kepulauan Raja Ampat termasuk daerah segitiga karang dunia dimana taman bawah lautnya menyimpan sekira 75% jenis ikan hias dan segitiga karang yang ada di dunia. Terdapat sejumlah titik penyelaman yang menawarkan pengalaman spektakuler menjelajahi surga bawah laut yang paling kaya di dunia ini. Beragam jenis ikan, terumbu karang, hiu, penyu, pari, dan biota laut lainnya menghuni surga bawah laut Pulau Misool. Oleh karenanya, snorkeling, diving, berenang, berjemur atau sekedar bersantai di tepi pantainya yang sepi akan memberi kesan ekslusif dan menjadi sebuah pengalaman berlibur penuh kesan.

Bukan hanya kekayaan dan keindahan alam, Pulau Misool juga memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat dari masyarakat lokalnya. Peninggalan sejarah berupa lukisan di dinding-dinding gua juga dapat ditemukan di kawasan ini.

Pesona Senja dan Lukisan Prasejarah di Tebing Karang Teluk Triton

Lautan teduh dipadu langit berwarna jingga terpendar dari Matahari, gumpalan awan di sekitarnya turut bersolek dihiasi warna kekuningan. Senja yang begitu sempurna di tengah garis cakrwala Teluk Triton, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat.

Teluk Triton merupakan surga yang cantik untuk melihat kemegahan Mentari terbenam meninggalkan Kaimana dengan segenap kesibukannya. Jauh lebih indah daripada itu, terdapat sekira 959 jenis ikan dan 471 jenis karang yang hidup di dalam bawah laut Teluk Triton.

Pergilah ke kawasan pegunungan di Maimai untuk melihat budaya yang tak kalah menarik. Gambar-gambar kuno dari zaman prasejarah merupakan suatu harta yang tak ternilai di sini. Di dinding tebing karang sepanjang 1 kilometer terdapat lukisan kuno berupa telapak tangan, tengkorak dan binatang. Uniknya, semua itu sulit dijangkau dengan tangan telanjang karena terletak di langit-langit tebing. Bentuk lukisan yang dibuat dari bahan pewarnaa alami itu pun masih tampak jelas hingga sekarang.

Lukisan kuno dan senja spektakuler merupakan secuil pengalaman menarik di Teluk Triton. Perjalanan Anda masih ditantang hingga ke Kampung Lobo. Temukanlah atraksi mamalia paus bryde yang sedang menari-nari di tengah lautan, sesekali menyemburkan air ke udara dari lubang punggungnya. Paus yang tergolong mungil ini merasakan kehangatan perairan tropis Triton yang menenangkan.

Paus-paus di sini hidup harmonis dengan masyarakat Teluk Triton. Nelayan tidak memburunya, melainkan menganggapnya sebagai penyelamat bahkan keluarga. Tidak heran jika mamalia sepanjang 12 meter ini tak segan menampakkan diri dan bermain-main di sekitar perahu para nelayan.

Masih di Kampung Lobo, Anda juga bisa menyaksikan jejak peninggalan Hindia Belanda berupa benteng Fort du Bus yang dibangun pada 1828. Berdirinya benteng menandai kelahiran koloni Hindia Belanda di tanah Papua. Ketika itu, Hindia Belanda bersedia mengangkat tiga penduduk pribumi untuk mengepalai tiga daerah, mereka adalah Raja Namatota, Raja Lokajihia yaitu Kasa, dan Lutu (orang terpandang di Lobo, Mewara dan Sendawan).

Teluk Triton terkenal dengan jenis karang lunaknya atau yang disebut soft coral sehingga penggemar diving dan snorkeling wajib menjajalnya. Titik menyelamnya antara lain di sekitar Temintoi dan Selat Iris. Banyaknya jenis ikan di sini juga sangat cocok sebagai arena memancing. Sempatkanlah menjelajah Pulau Umbrom yang terkenal dengan pasir putihnya, maupun Pulau Kelelawar yang menjadi tempat tinggal ribuan hewan nokturnal tersebut.

Puas menyelam dan menelusuri eloknya pantai-pantai di Teluk Trinton, jangan lewatkan senja yang tak terlupakan. Matahari terbenam di sini sangat dramatis jika cuaca sedang bersahabat.

Kampung Tarung dan Waitabar Tradisi dan Agama Asli Sumba di Tengah Kota

Pucuk-pucuk jerami menyembul dari sebuah bukit dengan tatapan langsung dari tengah Kota Waikabubak. Anda tidak akan mengira di tengah kota yang sedang bertumbuh itu masih kokoh berdiri sebuah kampung adat yang teguh memegang agama, nilai adat dan tradisi dan telah diturunkan dari generasi ke generasi.

Waikabubak adalah ibukota Kabupaten Sumba Barat yang terletak di sebuah lembah dengan populasi penduduk sekira 26.423 jiwa. Kota yang terus beranjak membangun diri tersebut nyatanya masih mempunyai banyak kampung adat yang telah begitu lama berdiam di atas puncak bukit di pinggir maupun di tengah kota.

Kampung Tarung dan Waitabar telah destinasi wajib yang harus masuk dalam daftar penjelajahan Anda selama mengarungi keindahan Waikabubak. Kedua kampung ini meski berbeda nama namun nyatanya menyatu dalam sebuah kawasan. Anda dapat menyambangi kampung luar biasa ini di tengah kota Waikabubak. Bayangkan cukup beberapa menit saja dari pusat kota maka sudah bisa melihat wajah asli budaya sumba yang begitu murni.

Kampung ini bukan sekadar kampung biasa melainkan juga berfungsi sebagai institusi sosial dan keagamaan (Marapu). Inilah salah satu potret terbaik menyentuh langsung agama Marapu di Sumba bersama tradisinya yang tidak banyak berubah sejak masa lampau.

Rumah adat Sumba atau uma merupakan bentuk bangunan adat dengan arsitektur vernakular pencakar langit. Strukturnya segi empat di atas panggung yang ditopang tonggak-tonggak kayu dengan kerangka utama tiang turus (kambaniru ludungu) sebanyak 4 batang, juga ada 36 batang tiang (kambaniru) berupa struktur portal dengan sambungan pen memakai kayu mosa, kayu delomera, atau kayu masela.

Ada tiga bagian utama rumah adat sumba, yaitu: pertama: bagian atap rumah (toko uma) berbentuk kerucut seperti menara biasa digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka. Terkadang pula di sana digunakan untuk menyimpan hasil panen. Kedua, ruang hunian (bei uma) yang tidak menyentuh tanah. Pada ruang dalam dibedakan atas ruang akses untuk pria dan wanita. Ada juga ruang hunian berlantai bambu untuk tempat bermusyawah berupa beranda luas (bangga). Ketiga, adalah bagian bawah rumah (kali kabunga) menjadi kandang ternak, seperti kambing, babi, atau bahkan kuda dan kerbau.

Selain bagian dari struktur bangunan rumah adat di atas, ada beberapa jenis bangunan adat dengan peruntukan khusus di Sumba, yaitu: rumah tinggi bertingkat tempat memelihara ternak kuda dan babinya dikolong rumah (uma jangga), rumah keramat pemujaan marapu atau roh leluhur yang tidak dipergunakan sebagai tempat tinggal (uma ndewa), serta rumah besar tempat bermusyawarah adat (uma bokulu).

Apabila Anda perhatikan sambungan atap bangunan ini memakai ikatan dengan usuk maupun penutup atap dari ilalang (Imperata cylindrica).  Sistem struktur yang sederhana ini berkaitan dengan tidak dikenalnya alat pertukangan selain parang dan kampak karena orang Sumba baru mengenal logam ketika Portugis mulai menguasai wilayah ini.

Taman Nusa Bali Jejak Arsitektur Indonesia dari Masa ke Masa

Taman Nusa terletak di Desa Sidan, Gianyar, bagian tenggara Bali. Mencakup area seluar 15 hektar, taman wisata budaya ini berlatarkan sisi pegunungan yang hijau, panorama persawahan, hutan, jurang, serta Sungai Melangit. Taman Nusa dibangun dengan mengusung misi menjadikan taman budaya sebagai sarana pelestarian, rekreasi dan pendidikan bagi pengunjung baik lokal maupun mancanegara yang ingin memahami budaya Indonesia dengan cara lebih interaktif.

Konsep pembangunan Taman Nusa ini adalah menampilkan perjalanan waktu bangsa Indonesia dari masa ke masa. Semua tahapan masa tersebut diwakili oleh bentuk karya yang menggambarkan masa saat itu. Di tempat ini Anda dapat memahami perjalanan bangsa ini mulai dari zaman pra-sejarah, masa perunggu, masa kerajaan, Indonesia awal, Indonesia merdeka, Indonesia masa kini, dan Indonesia masa depan.

Terdapat pula Kampung Budaya dimana ada lebih dari 60 rumah tradisional yang dibangun dengan penataan sedemikian rupa sehingga menyatu dengan alam Bali. Mengunjungi kampung ini, Anda berkesempatan mengenal berbagai etnis, budaya dan kerajinan serta kesenian Indonesia. Rumah tersebut mencakup rumah dari Nias, Batak Danau Toba, rumah Dayak di Kalimantan, Toraja di Sulawesi, pendopo Jawa, Bali dan masih banyak lagi. Beberapa bangunan yang mewakili tiap masa dicirikan arsitektur dengan fitur Buddha, unsur Islam, rumah kolonial Belanda, serta pengaruh China untuk arsitektur modern dan Hindu.

Ke depannya, semua rumah tradisional tersebut rencananya akan dihuni orang-orang asli dari daerah dimana sekaligus dijadikan sebagai karyawan di Taman Nusa. Di kawasan ini akan pula dibangun sanggar-sanggar untuk mementaskan berbagai kesenian daerah. Dengan begitu, harapannya pengunjung akan merasakan atmosfer kehidupan tradisonal tiap daerah dalam bentuk perkampungan etnis.

Fasilitas pendukung lainnya di taman ini adalah auditorium besar, ruang pameran, toko-toko suvenir, tempat istirahat, 6 sanggar, restoran Indonesia (Restaurant Dapur Nusa) dan restoran dengan masakan internasional (Restoran Royal Sidan), serta lainnya.

Taman Nusa buka setiap hari pukul 08.30 hingga 17.00 WIB. Untuk informasi selengkapnya, Anda dapat mengunjungi laman berikut: ke www.taman-nusa.com.

Pantai Ngurtafur Maluku Sepotong Keindahan di Timur Indonesia

Di Maluku ada sebuah pantai unik dengan pemandangan laut biru luas yang luar biasa. Pantai itu bernama Ngurtafur dan terletak di Kepulauan Kei, Maluku Tenggara. Kepulaun Kei sendiri merupakan gugusan pulau yang berada di antara Laut Seram, Laut Banda dan Laut Arafuru. Kepulauan ini terbagi dua yaitu Pulau Kei Besar dan Pulau Kei Kecil.

Pantai Ngurtafur memang belum seterkenal Pantai Bora-Bora yang ada di Samudera Pasifik namun dari segi keindahan, Ngurtafur tidak kalah indah. Bagaimana tidak, Pantai Ngurtafur memiliki pantai gosong yang menjorok atau memanjang ke tengah lautan tanpa putus sepanjang 2 km dan lebar 7 meter. Ketika berada di pantai ini, Anda serasa sedang berjalan di tengah lautan luas namun sesungguhnya Anda sedang berjalan di atas hamparan pasir putih halus yang membelah pantai menjadi dua sisi. Tidak hanya itu, air laut di Pantai Ngurtafur sangat bersih dan berwarna biru.

Di pantai ini juga terdapat penyu belimbing yang dikenal dengan nama tabob oleh masyarakat setempat. Penyu jenis ini dilindungi dan memiliki penangkaran di sekitar pantai yang dikelola oleh WWF.  Bahkan, jika beruntung Anda bisa bertemu dengan segerombolan burung australian pelikan yang sedang bermigrasi ke Maluku dari tempat tinggal mereka di Australia dan Papua New Guinea. Pemandangan sekawanan burung pelikan ini merupakan suguhan istimewa ketika Anda menapakkan kaki di Pantai Ngurtafur.

Di pantai jernih yang dihiasi oleh rimbun dan hijaunya pepohonan ini, Anda bisa bersantai merasakan halusnya sentuhan pasir pantai di telapak kaki Anda. Jika mau, Anda juga bisa melakukan kegiatan lainnya seperti berenang dan snorkeling. Sementara pemandangan daratan pantai ini begitu memesona, pemandangan bawah lautnya pun akan memukau mata. Bahkan terumbu karang di pantai ini dapat dilihat langsung dari atas kapal. Berbagai species ikan juga terlihat hilir mudik kian kemari seolah ingin mengajak Anda bermain.

Untuk bisa menikmati berbagai keindahan Pantai Ngurtafur memang membutuhkan perjalanan yang tidak sebentar namun percayalah ketika Anda tiba di pantai ini semua keletihan akan terbayarkan. Karena pantai ini bukan gurauan dan juga bukan khayalan.

Teluk Kiluan Lampung Menyaksikan Parade Lumba-Lumba di Teluk Tropis yang Indah

Keindahan atraksi sekelompok lumba-lumba di alam bebas dapat Anda saksikan langsung di sebuah teluk yang mewakili tipikal keindahan teluk tropis Nusantara di Lampung. Tepatnya lokasi tersebut berada di Desa Kiluan Negeri, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Di Teluk Kiluan pemandangan lumba-lumba yang berparade itu dilatari langit biru dan air laut jernih, serta tentunya hamparan pasir putih bersih di bibir pantainya.

Teluk ini merupakan jalur migrasi dua jenis lumba-lumba, yaitu lumba-lumba mulut botol (Tursiops truncatus) dan lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris). Jumlah hewan menakjubkan tersebut yang melintas di teluk ini diperkirakan mencapai ribuan. Konon, jumlah lumba-lumba yang melintasi Teluk Kiluan adalah jumlah terbesar di dunia.

Teluk Kiluan dapat dikatakan sebagai destinasi wisata baru di Lampung bagian selatan. Berjarak sekira 80 km dari Kota Bandar Lampung, teluk yang indah dan tenang tersebut tidak hanya menarik wisatawan lokal tetapi juga mancanegara. Padahal, sepuluh tahun yang lalu, Teluk Kiluan belum dikenal oleh masyarakat luas. Namanya pun bahkan mungkin asing bagi penduduk Lampung sendiri.


Beberapa wisatawan menyebutkan bahwa atraksi lumba-lumba di Teluk Kiluan lebih eksotis dibandingkan dengan atraksi lumba-lumba di Pantai Lovina, Bali dimana hanya terdapat satu jenis saja lumba-lumba yang melintas di sana. Atraksi lumba-lumba di teluk ini hampir dapat disaksikan setiap hari, tentunya dengan mengingat faktor cuaca. Tak perlu susah mencari lumba-lumba, sebab lumba-lumba ini biasanya akan mendekati perahu seolah ingin unjuk kebolehan dan menyambut kedatangan tamu dengan bersahabat.

Hanya butuh waktu sekira 20 menit dari pesisir pantai untuk berperahu ke Laut Kiluan demi menyaksikan atraksi lumba-lumba. Perahu sewaan yang biasa digunakan adalah jenis perahu ketinting yang biasa disebut jukung oleh masyarakat lokal. Perahu bercadik berukuran kecil ini hanya boleh ditumpangi maksimal 3 orang ditambah 1 orang pemandu yang juga merangkap sebagai tukang perahu.

Loksado : Menyambangi Pesona Pedesaan Suku Dayak di Pegunungan Meratus

Daerah terpencil di Kalimantan Selatan ini dikenal dengan nama Loksado, sebuah kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang menjadi rumah suku Dayak dimana mereka hidup lestari dengan lanskap alam yang megah. Menuju tempat ini maka Anda akan menjelajahi jantung pegunungan Meratus sekira dua setengah jam dari Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan. Berikutnya bersiaplah terhayut dalam  keindahan panorama hutan tropis yang dihiasi rentetan air terjun dan aliran sungai yang membelah lebat hutannya.  
Kawasan pegunungan Meratus sendiri merupakan rumah bagi suku asli Dayak Meratus yang tinggal di rumah-rumah tradisional atau dikenal dengan nama balai. Balai merupakan rumah tradisional suku dayak terdiri dari sepuluh ruangan berukuran 3 sampai 4 meter yang dapat menampung hingga 10 keluarga. Saat ini, setidaknya ada 43 balai dapat ditemukan di 9 desa di Loksado dan yang paling terkenal adalah Balai Hambawang Masam, Balai Adat Malaris, Balai Kacang Parang, dan Balai Haratai.  
Walaupun sudah banyak suku Dayak yang beralih tinggal di rumah modern namun demikian balai-balai ini masih digunakan untuk berbagai kegiatan terutama ritual kepercayaan adat. Sama seperti kebanyakan suku Dayak, Dayak Meratus menganut kepercayaan turun-temurun yaitu Kaharingan yang berarti “kehidupan”. Sistem kepercayaan ini meyakini konsep Dewa Agung yang menekankan keharmonisan antara manusia dan alam serta antara manusia dan Tuhan.
Suku Dayak Meratus mempraktekkan ritual Aruh Ganal yang dilakukan secara besar-besaran. Ada tiga tahapan dalam ritual ini, pertama, Aruh Basambu (behuma/menugal) setelah tanam padi atau sekitar bulan Februari. Kedua, Aruh Bawanang Halin yang dilakukan untuk merayakan musim panen pada Juni. Terakhir adalah Aruh Bawan Banih Hanlin yaitu kegiatan penutupan musim panen pada September. Ritual Aruh Ganal dapat ditemui di beberapa desa seperti di Desa Haratai, Desa Muara Ulang, Desa Lahung, dan lainnya.
 
Kebudayaan suku Dayak sama menariknya dengan kemegahan alam Pegunungan Meratus itu sendiri. Pemandangan lanskap yang subur dihiasi rangkaian air terjun, yaitu: Air terjun Haratai, Ari terjun Riam Hanai, Air Terjun Kilat Api, Air Terjun  Rampah Menjagan, Air terjun Pemandian Anggang, dan Air terjun Tinggiran Hayam. 
Di Pegunungan Meratus juga terdapat Sumber Air Panas Tanuhi dimana Anda bisa menikmati air panas segar langsung dari alam. Hutan tropisnya sendiri memiliki flora mengagumkan diantaranya kantong semar (Nepenthes distillatoria) dan anggrek meratus (Dendrobium hepaticum). 
 
Salah satu keindahan di Loksado yang tidak boleh terlewatkan adalah Sungai Amandit yang mengalir melewati jantung hutan Pegunungan Meratus. Sungai yang memiliki air jernih dan segar ini dihiasi bebatuan, anak sungai dan jembatan tradisional. Untuk melengkapi semua keindahan ini, menaiki rakit bambu dan menelusuri sepanjang aliran sungai akan memberikan sensai tersendiri.

Objek Wisata Taman Laut 17 Pulau Riung, Ngada Flores

Taman Laut 17 Pulau Riung merupakan gugusan pulau-pulau yang besar dan kecil terhampar memanjang dari Toro Padang di sebelah barat hingga Pulau Pangsar di sebelah Timur. Keseluruhan dari pulau-pulau tersebut hampir tidak dihuni oleh manusia. Lokasi Taman Laut 17 Pulau Riung berada di Kecamatan Riung yang meliputi lima desa, yaitu: Sambinasi, Nangamese, Benteng Tengah, Tadho dan Lengkosambi.

Untuk tiba ke sini dapat ditempuh melalui jalan bukit berliku dan aspal sempit yang naik turun. Terkadang, pengunjung harus menepis rasa ngeri merayap jalanan di tepi jurang. Akan tetapi, apa yang menunggu di sana nantinya adalah keelokan yang “memukau” sanggup membuai siapapun.

Riung masih tersembunyi dari keramaian. Hanya wisatawan mancanegara tanpa kemeja yang masih sering terlihat hilir mudik di kota kecil ini. Mereka nampaknya baru setengah jalan menikmati agenda petualangan di salah satu taman laut terbaik di Flores. Sungguh jauh mereka dari kampung halaman di negeri empat musim sana. Tapi keramahan penduduk yang polos membuat suasana seperti di lingkungan mereka yang lebih lengang, tak seperti Jakarta atau Surabaya, apalagi Bali.

Sekilas, Riung seperti kota kecamatan yang tak mau disentuh keramaian. Nyatanya, memang demikian karena akses yang begitu jauh dan menantang, melewati bukit berlipat-lipat yang juga hampir melebihi kata “memukau”. Di salah satu bagian perjalanan menuju Riung dari Bajawa di tepi selatan, kerumunan bukit tundra hijau yang ditumbuhi beberapa pohon lontar seolah kue ulang tahun, memberi sensasi saat bahagia itu terasa.

Masyarakat pesisir pantai Riung  dihuni masyarakat Oting Bajo yang sebagian besar terkenal sebagai penghuni lautan di Nusantara. Mereka tak banyak memperlihatkan diri selain di lingkungan perumahan di tepi pantai dan area dermaga Riung yang sunyi. Sebagian masyarakat lainnya bercocok tanam lahan kering dan juga membuka usaha homestay bagi pengunjung.

Di balik kesunyian dermaganya yang menjadi tempat berlabuhnya belasan perahu nelayan Bajo, terdapatlah kawasan wisata laut yang dikenal sebagai Tujuh Belas Pulau. Kawasan ini merupakan kumpulan pulau-pulau kecil yang terdiri dari 20 lebih pulau yang indah. Nama “tujuh belas” digunakan agar mudah diingat karena nilai sakral 17 bagi negeri kita (Red: Hari Kemerdekaan Republik Indonesia).

Nama pulau-pulau yang ada di sini adalah: Pulau Ontoloe (terbesar), Pulau Pau, Pulau Borong, Pulau Dua, Pulau Kolong, Pulau Lainjawa, Pulau Besar, Pulau Halima (Pulau Nani), Pulau Patta, Pulau Rutong, Pulau Meja, Pulau Bampa (Pulau Tampa atau Pulau Tembang), Pulau Tiga (Pulau Panjang), Pulau Tembaga, Pulau Taor, Pulau Sui dan Pulau Wire. Kawasan darat wilayah ini merupakan hutan kering dimana hampir seluruh pesisir pantainya ditumbuhi pohon bakau.

Apa fauna yang hidup di sini? Ada beragam hewan khas yaitu: komodo, biawak timor, ayam hutan, musang, kera, landak, rusa timor, kuskus, buaya, elang, bluwok, bangau putih, burung nuri, tekukur, burung wontong atau burung gosong, dan kelelawar bangau hitam, dan burung perkici dada kuning.

Di bawah lautnya Anda akan menemukan mawar laut melambai-lambai memesona. Apa yang Anda nanti lihat itu sebenarnya merupakan kumpulan telur kelinci laut raksasa yang terikat oleh lendir dan membentuk rumbaian berwarna merah menyala.

Back To Top